Mengingat Kembali Kejawaan Muhammadiyah


07 April 2016, Seni Budaya, 7   |   Penulis: Wibie Maharddhik

HarianBernas.com - Sebuah buku karya Ahmad Najib Burhani, Ph.D telah diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah berjudul Muhammadiyah Jawa. Bulan lalu, tepatnya 5 Maret 2016 Diktilitbang PP Muhammadiyah mengadakan bedah buku tersebut.

Acara bedah buku menghadirkan narasumber sang penulis buku beserta Prof. Mark Woodward (pengamat Islam dari Arizona State University) dan Prof. Hyung-jun Kim (Kangwon University). Kehadiran buku ini penting untuk mengenal kembali hubungan antara Muhammadiyah dengan budaya Jawa.

Ahmad Najib Burhani dalam buku ini menuliskan bab-bab penting tentang Jawa dan Islam, Muhammadiyah, Sikap Muhammadiyah terhadap Budaya Jawa, Pergeseran Sikap Muhammadiyah terhadap Budaya Jawa serta diakhiri dengan kesimpulan Ambiguitas Sikap Muhammadiyah. Testimoni para pakar dan refleksi  oleh DR. Abdul Munir Mulkhan juga menguatkan daya tarik untuk membaca buku ini.

Jati diri pendiri Muhammadiyah, yakni Mas Ketip Amin Haji Ahmad Dahlan sebagai seorang abdi dalem Kraton Yogyakarta dan pengurus perkumpulan Budi Utomo menegaskan kemelekatannya pada budaya Jawa. Tujuh orang dari sembilan pendiri Muhammadiyah adalah juga abdi dalem.

Fakta-fakta ini menjadikan budaya Jawa menjadi ciri khas dari Muhammadiyah awal. Ada lima segi yang dapat digolongkan sebagai apresiasi Muhammadiyah terhadap budaya Jawa, yakni segi perilaku, bahasa, busana, keanggotaan dan nama.

Seiring saat tokoh-tokoh Minangkabau seperti Haji Rasul pada tahun 1930an menjadi pimpinan dan pengurus inti, serta kemenangan Wahabi atas pemerintahan Arab Saudi, mendorong pergeseran sikap Muhammadiyah terhadap budaya Jawa.

Beberapa faktor penting lainnya adalah sosok Haji Rasul sebagai seorang ulama puritan revivalis sejati yang menentang warisan budaya secara kritis, keras, tanpa ampun dan tak henti-henti. Juga pembentukan Majlis Tarjih dan paradigma berorientasi syariat.

Hadirnya buku ini mendorong perkembangan evolusi sejarah Muhammadiyah di era modern yang semakin arif terhadap budaya lokal. DR. Chairil Anwar selaku ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah menyatakan bahwa buku ini menyumbang informasi guna membantu proses perumusan kebijakan-kebijakan PP Muhammadiyah ke depan yang semakin berdasar pada data ilmiah.

Buku yang menurut Abdul Munir Mulkhan sangat penting dibaca oleh para aktivis gerakan Muhammadiyah ini, juga mengingatkan bahwa KH. Ahmad Dahlan adalah seorang Sufi Ghazalian yang mengedepankan toleransi dan keterbukaan sebagai seorang muslim. Sebuah kekuatan utama Muhammadiyah yang tak pernah luntur sepanjang jaman.

Tak heran bahwa para pimpinan Muhammadiyah di era kekinian, khususnya yang berasal dari kota Yogyakarta tetap mengadopsi sikap sang pendiri dalam berpandangan dan berperilaku.


Editor: Thia Destiani - See more at: http://www.harianbernas.com/berita-12376-Mengingat-Kembali-Kejawaan-Muhammadiyah.html#sthash.uytJyUS7.dpuf

Download original copy
HarianBernas.com - Sebuah buku karya Ahmad Najib Burhani, Ph.D telah diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah berjudul Muhammadiyah Jawa. Bulan lalu, tepatnya 5 Maret 2016 Diktilitbang PP Muhammadiyah mengadakan bedah buku tersebut.
Acara bedah buku menghadirkan narasumber sang penulis buku beserta Prof. Mark Woodward (pengamat Islam dari Arizona State University) dan Prof. Hyung-jun Kim (Kangwon University). Kehadiran buku ini penting untuk mengenal kembali hubungan antara Muhammadiyah dengan budaya Jawa.
Ahmad Najib Burhani dalam buku ini menuliskan bab-bab penting tentang Jawa dan Islam, Muhammadiyah, Sikap Muhammadiyah terhadap Budaya Jawa, Pergeseran Sikap Muhammadiyah terhadap Budaya Jawa serta diakhiri dengan kesimpulan Ambiguitas Sikap Muhammadiyah. Testimoni para pakar dan refleksi  oleh DR. Abdul Munir Mulkhan juga menguatkan daya tarik untuk membaca buku ini.
Jati diri pendiri Muhammadiyah, yakni Mas Ketip Amin Haji Ahmad Dahlan sebagai seorang abdi dalem Kraton Yogyakarta dan pengurus perkumpulan Budi Utomo menegaskan kemelekatannya pada budaya Jawa. Tujuh orang dari sembilan pendiri Muhammadiyah adalah juga abdi dalem.
Fakta-fakta ini menjadikan budaya Jawa menjadi ciri khas dari Muhammadiyah awal. Ada lima segi yang dapat digolongkan sebagai apresiasi Muhammadiyah terhadap budaya Jawa, yakni segi perilaku, bahasa, busana, keanggotaan dan nama.
Seiring saat tokoh-tokoh Minangkabau seperti Haji Rasul pada tahun 1930an menjadi pimpinan dan pengurus inti, serta kemenangan Wahabi atas pemerintahan Arab Saudi, mendorong pergeseran sikap Muhammadiyah terhadap budaya Jawa.
Beberapa faktor penting lainnya adalah sosok Haji Rasul sebagai seorang ulama puritan revivalis sejati yang menentang warisan budaya secara kritis, keras, tanpa ampun dan tak henti-henti. Juga pembentukan Majlis Tarjih dan paradigma berorientasi syariat.
Hadirnya buku ini mendorong perkembangan evolusi sejarah Muhammadiyah di era modern yang semakin arif terhadap budaya lokal. DR. Chairil Anwar selaku ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah menyatakan bahwa buku ini menyumbang informasi guna membantu proses perumusan kebijakan-kebijakan PP Muhammadiyah ke depan yang semakin berdasar pada data ilmiah.
Buku yang menurut Abdul Munir Mulkhan sangat penting dibaca oleh para aktivis gerakan Muhammadiyah ini, juga mengingatkan bahwa KH. Ahmad Dahlan adalah seorang Sufi Ghazalian yang mengedepankan toleransi dan keterbukaan sebagai seorang muslim. Sebuah kekuatan utama Muhammadiyah yang tak pernah luntur sepanjang jaman.
Tak heran bahwa para pimpinan Muhammadiyah di era kekinian, khususnya yang berasal dari kota Yogyakarta tetap mengadopsi sikap sang pendiri dalam berpandangan dan berperilaku.


Editor: Thia Destiani - See more at: http://www.harianbernas.com/berita-12376-Mengingat-Kembali-Kejawaan-Muhammadiyah.html#sthash.uytJyUS7.dpuf
HarianBernas.com - Sebuah buku karya Ahmad Najib Burhani, Ph.D telah diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah berjudul Muhammadiyah Jawa. Bulan lalu, tepatnya 5 Maret 2016 Diktilitbang PP Muhammadiyah mengadakan bedah buku tersebut.
Acara bedah buku menghadirkan narasumber sang penulis buku beserta Prof. Mark Woodward (pengamat Islam dari Arizona State University) dan Prof. Hyung-jun Kim (Kangwon University). Kehadiran buku ini penting untuk mengenal kembali hubungan antara Muhammadiyah dengan budaya Jawa.
Ahmad Najib Burhani dalam buku ini menuliskan bab-bab penting tentang Jawa dan Islam, Muhammadiyah, Sikap Muhammadiyah terhadap Budaya Jawa, Pergeseran Sikap Muhammadiyah terhadap Budaya Jawa serta diakhiri dengan kesimpulan Ambiguitas Sikap Muhammadiyah. Testimoni para pakar dan refleksi  oleh DR. Abdul Munir Mulkhan juga menguatkan daya tarik untuk membaca buku ini.
Jati diri pendiri Muhammadiyah, yakni Mas Ketip Amin Haji Ahmad Dahlan sebagai seorang abdi dalem Kraton Yogyakarta dan pengurus perkumpulan Budi Utomo menegaskan kemelekatannya pada budaya Jawa. Tujuh orang dari sembilan pendiri Muhammadiyah adalah juga abdi dalem.
Fakta-fakta ini menjadikan budaya Jawa menjadi ciri khas dari Muhammadiyah awal. Ada lima segi yang dapat digolongkan sebagai apresiasi Muhammadiyah terhadap budaya Jawa, yakni segi perilaku, bahasa, busana, keanggotaan dan nama.
Seiring saat tokoh-tokoh Minangkabau seperti Haji Rasul pada tahun 1930an menjadi pimpinan dan pengurus inti, serta kemenangan Wahabi atas pemerintahan Arab Saudi, mendorong pergeseran sikap Muhammadiyah terhadap budaya Jawa.
Beberapa faktor penting lainnya adalah sosok Haji Rasul sebagai seorang ulama puritan revivalis sejati yang menentang warisan budaya secara kritis, keras, tanpa ampun dan tak henti-henti. Juga pembentukan Majlis Tarjih dan paradigma berorientasi syariat.
Hadirnya buku ini mendorong perkembangan evolusi sejarah Muhammadiyah di era modern yang semakin arif terhadap budaya lokal. DR. Chairil Anwar selaku ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah menyatakan bahwa buku ini menyumbang informasi guna membantu proses perumusan kebijakan-kebijakan PP Muhammadiyah ke depan yang semakin berdasar pada data ilmiah.
Buku yang menurut Abdul Munir Mulkhan sangat penting dibaca oleh para aktivis gerakan Muhammadiyah ini, juga mengingatkan bahwa KH. Ahmad Dahlan adalah seorang Sufi Ghazalian yang mengedepankan toleransi dan keterbukaan sebagai seorang muslim. Sebuah kekuatan utama Muhammadiyah yang tak pernah luntur sepanjang jaman.
Tak heran bahwa para pimpinan Muhammadiyah di era kekinian, khususnya yang berasal dari kota Yogyakarta tetap mengadopsi sikap sang pendiri dalam berpandangan dan berperilaku.


Editor: Thia Destiani - See more at: http://www.harianbernas.com/berita-12376-Mengingat-Kembali-Kejawaan-Muhammadiyah.html#sthash.uytJyUS7.dpuf

Comments